Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Propinsi Aceh - Persyarikatan Muhammadiyah

 Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Propinsi Aceh
.: Home > Berita > MARHABAN YA RAMADHAN 1434 H

Homepage

MARHABAN YA RAMADHAN 1434 H

Senin, 08-07-2013
Dibaca: 2236

Banda Aceh (8/7) Bulan Ramadhan adalah bulan ke sembilan dalam kalender Islam (Hijriyah). Oleh kerana kalender peredaran bulan adalah seminggu setengah lebih kurang dari kalender peredaran matahari (Masehi), maka bulan Ramadhan akan semakin tertinggal setiap tahun. Ramadhan adalah bulan suci di mana Allah SWT telah menurunkan wahyu kepada manusia. Imam Jaafar as-Sadiq AS meriwayatkan dari Rasulullah Muhammad SAW: “Kitab Ibrahim telah diturunkan pada malam pertama Ramadhan, Taurat pula diturunkanpada hari keenam bulan Ramadhan, Injil pula diturunkan pada 13 Ramadhan. Al Quranpula diturunkan pada 23 Ramadhan.”Dimana bulan ini juga dianggap begitu suci karena terdapat di dalamnya malam “Lailatul Qadar”, dimana Allah SWT telah menentukan segala masalah yang akan terjadi terhadap ciptaannya, untuk jangka masa waktu setahun.

Di dalam Agama Yahudi, Nasrani (Kristen) dan Islam, semuanya terdapat di dalamnya kewajiban berpuasa. Nabi Musa AS berpuasa selama 40 hari di Gunung Sinai ketika menerima wahyu dari Allah SWT (Exodus 24:18). Walaupun sudah semakin berkurang, Yahudi masih terus mengamalkan puasa ketika berkabung ataupun saat di dalam bahaya. Mayoritas Yahudi yang masih mengamalkan, mereka akan berpuasa pada Hari Pembalasan dan selama seminggu bagi mengingat kemusnahan Jerusalam pada tahun 597 SM. Nabi Isa AS juga turut berpuasa pada Hari Pembalasan dan selama 40 hari untuk menjauhkan godaan syaitan. “Kemudian Isa telah dipimpin oleh Ruh ke arah padang pasir untuk digodai oleh syaitan. Setelah berpuasa selama 40 hari dan malam, beliau merasakan lapar.” (Matthew 4:2). Kemudian juga ramai orang Kristen berpuasa selama 40 hari sebelum Hari Easter, walaupun sekarang mereka hanya berpantang dari sebahagian jenis makanan, bukan puasa sepenuhnya. Orang Muslim yang beriman kepada Allah SWT berpuasa selama sebulan dalam bulan Ramadhan, dan juga secara sunat pada hari-hari lain di dalam setahun itu.

Secara etimologi, puasa (as-shaum) berarti menahan diri. Puasa berarti meninggalkan dan menahan, yaitu meninggalkan dan menahan sesuatu yang mubah (halal), seperti nafsu perut dan nafsu seks dengan niat mendekatkan diri pada Allah SWT. Karena itu puasa di bulan Ramadhan adalah menahan sesuatu dari makan, minum dan bersetubuh di siang hari disertai dengan niat di bulan Ramadhan. Sedangkan secara istilah puasa berarti menahan diri dengan sengaja dari makan, minum dan bersetubuh dan segala hal yang membatalkan puasa sehari penuh dari terbit fajar hingga terbenam matahari untuk menjalankan perintah Allah SWT dan mendekatkan diri kepada-Nya.

Selanjutnya puasa meningkatkan kesehatan mental, bahwa puasa menurut istilah adalah menahan diri dari makan, minum dan hubungan kelamin mulai dari waktu fajar sampai maghrib karena mencari ridha Allah SWT. Demikian juga puasa adalah menahan makan, minum dan segala hal yang membatalkannya, dan waktunya mulai dari terbit fajar shubuh hingga terbenam matahari diwaktu maghrib.

Lebih lanjut bahwa puasa menurut Imam Al Ghazali dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu: Pertama, puasa biasa adalah menahan diri dari makan, minum dan hubungan biologis antara suami isteri dalam jangka waktu tertentu. Kedua, puasa khusus yaitu menjaga telinga, mata, lidah serta kaki dan juga anggota badan lainnya dari berbuat dosa. Ketiga, puasa sangat khusus yaitu menjaga hati dengan mencegah memikirkan perkara-perkara yang hina dan duniawi, yang ada hanya mengingat Allah dan akhirat. (Al-Ghazali, 1997:77).

Dalam hal ini secara tegas perintah puasa berdasarkan Al-Qur'an maupun Hadist Rasulullah Muhammad SAW. Adapun dasar hukum puasa Ramadhan terdapat dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah 183, yang artinya “Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”. Dimana Perintah wajib puasa turun pada bulan Sya’ban Tahun ke-2 (kedua) Hijrah. Puasa dibulan Ramadan telah difardukan oleh Allah SWT di kota madinah Munawwarah. Telah berkata Imam Az-Zarqani “kewajipan puasa di bulan Ramadhan ini telah turun pada malam ke-2 bulan Sya‟ban iaitu pada tahun yang ke-2 sesudah hijrah Nabi.  Walaupun kita ketahui Rasullulah Muhammad SAW hanya sempat berpuasa penuh di bulan Ramadan ini di antara tahun 2 Hijrah–10 Hijrah saja (8 kali) , namun Rasullulah Muhammad SAW telah merubah kehidupan manusia dengan puasa pada waktu ini sebagai ibadah. Dalam hal ini bulan Ramadan adalah satu-satunya bulan yang di sebut oleh Allah SWT di dalam Al-Quran. Penyebutan kalimah Ramadhan ini disebut, manakala bulan-bulan yang lain tidak disebutkan dalam Al-Quran walaupun hanya sekali. Inilah pengikhtirafan Allah SWT terhadap bulan ini.

Dalam ayat di atas dinyatakan bahwa puasa Ramadhan diwajibkan bagi orang-orang yang beriman supaya bertambah ketaqwaannya. Ketaqwaan seseorang terkadang naik, terkadang turun. Bila sedang naik biasanya ibadahnya lebih khusyuk, gemar beramal dan sangat takut dengan perbuatan dosa. Tetapi apabila tidak mampu menjalankan puasa pada hari-hari bulan Ramadhan karena sakit atau dalam perjalanan, maka dapat diganti dengan hari yang lain atau membayar fidyah. Firman Allah SWT Surat Al-Baqarah : 184. “(Yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu maka jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah ia berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya jika kamu mengetahui. (QS.Al-Baqarah: 184)

Kehadiran bulan Ramadhan hampir tiba dan Rasulullah Muhammad SAW bersabda yang maksudnya: “Sesungguhnya telah datang kepadamu bulan Ramadhan bulan yang diberkati, dimana Allah telah mengfardhukan terhadapmu puasa. Dibuka padanya pintu‐pintu syurga dan ditutup padanya pintu‐pintu neraka, dibelenggu padanya syaitan‐syaitan. Padanya satu malam lebih baik daripada seribu bulan, siapa yang dihalang kebaikannya sebenarnya dia telah dihalang kebaikan yang banyak”. Hadist ini diriwayatkan oleh Ahmad, al‐Nasa`ie daripada Abu Hurairah.

Karena kedudukannya yang sangat penting dalam kehidupan manusia, maka puasa masuk dalam satu pilar hukum Islam yang lima. Rasulullah SAW bersabda:

بني الاسلام على خمس شهادة ان لا اله الا الله وان محمدا رسول الله واقام

الصلاة واتاء الزكاة وحج البيت وصوم رمضان

Artinya:

“Islam itu ditegaskan atas lima dasar yaitu menyaksikan bahwa Tiada Tuhan yang patut disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.” (HR. Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Dalam hal ini Ir. H.M. Zardan Araby, MT Wakil Pimpinan Muhammadiyah Wilayah Aceh mennyatakan bahawa, salah satu bentuk ujian keimanan itu adalah Puasa Ramadhan. Dengan sukarela ataupun terpaksa, orang-orang yang telah mendeklarasikan dirinya beriman kepada Allah SWT harus menjalani ujian ini. Orang-orang yang beriman dituntut mengerjakannya secara tuntas. Maka tidak boleh gagal dengan tidak berpuasa walaupun hanya sehari tanpa alasan yang dibenarkan. Lebih lanjut dikatakan oleh Zardan ujian standar keimanan (Puasa Ramadhan) itu tidak boleh gagal, meski hanya gagal sehari tanpa alasan yang dibenarkan, maka sangsinya di yaumil akhirat kelak. Oleh karena itu, orang-orang yang keimanannya teguh, mantap dan kuat, maka ujian dalam bentuk puasa ini akan disambut dengan lapang dada dan ikhlas. Kedatangan bulan puasa justru ditunggu untuk memantapkan dan meningkatkan atau setidak-tidaknya mengukur kadar keimanan diri masing-masing.

Secara lebih tegas Zardan menyatakan bahwa, puasa meningkatkan taqwa dalam arti yang luas, taqwa mengandung makna pelaksanaan seluruh perintah Allah, dan menghentikan semua larangan-Nya dan suka melakukan perbuatan terpuji, menghindari perbuatan tercela. Dalam pelaksanaan ibadah puasa manusia bebas, tidak ada pengawasan dari luar, kecuali dari Allah semata. Tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui apakah seseorang (individu) ini puasa atau tidak. Jika ia tidak berpuasa, tidak ada yang tahu, hanya taqwanya kepada Allah SWT sajalah yang mendorongkannya melaksanakan puasa secara benar dan sungguh-sungguh dalam menjalankan puasa. Dimana dikatakan puasa dalam hal ini akan bisa mengantarkan manusia kepada ketaqwaan yang lebih baik dari pada yang sebelumnya. Puasa melatih manusia untuk ikhlas, disiplin, mawas diri, amanah, jujur, bekerja tanpa pamrih, takut dan malu semata-mata karena merasa berada dalam pengawasan Allah SWT.

Demikian juga dikatakan Zardan taqwa adalah target yang hendak dicapai dari aktivitas puasa bukan lapar, haus atau mengekang seks semata, seperti pada agama-agama lain yang mengarah kepada semakin menderita maka nilai puasa sebanyak orang yang berpuasa, namun tidak memperoleh hasil dalam puasanya kecuali lapar dan dahaga. Hal ini karena ia dalam berpuasa tidak berupaya meningkatkan kadar ketaqwaannya.

Dalam hal ini Tgk. H. Imam Syuja’ selaku Penasehat Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Aceh mengatakan bahwa, perintah melaksanakan puasa yang berdasarkan kepada Surat Al-Baqarah ayat 183. Kemudian yang menjadi fokus dan sering diperbincangkan dalam menentukan awal puasa bulan Ramadhan, Syawal dan sepuluh Dzulhijjah, berdasarkan hadist Rasulullah Muhammad SAW berpedoman kepada rukyah (rukyatul hilal) dengan cara melihat bulan serta berpandukan kepada peredaran bulan, namun jika bulan tidak dapat terjangkau oleh mata ataupun penglihatan karena tertutup awan, maka hitungan ataupun penetapannya digenapkan menjadi tiga puluh hari bulan Sya’ban. Dimana alternatif ini menunjukkan adanya dengan cara hisab ataupun perhitungan (estimasi). Pada masa itu Islam di zaman Rasulullah Muhammad SAW tanah Arab, juga sebagai poros bumi dapat terjangkau penglihatan peredaran penampakan bulan tidak banyak gunung-gunung benda alam lainnya yang menutupi, disamping adanya kelebihan yang diberikan Allah SWT kepada Rasulullah Muhammad SAW yang belum tentu ada pada manusia lainnya. Jika tidak terlihat dengan mata dapat menggenapkan hitungan, ini secara tersirat dan tersurat sudah berlaku perhitungan (estimasi) tentang peredaran bulan. Juga menunjukkan bahwa ada perhitungan ataupun hisab dalam menentukan puasa, ini juga mempunyai dasar hukum yang kuat. Disamping hadist Rasulullah Muhammad SAW, yang memperkuat landasan hisab ini diperkuat dengan rujukan kepada surat Yasin ayat 39 “Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah (tempat-tempat), sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua”. Selanjutnya pada Surat Yasin ayat 40 “Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya”.

Selanjutnya Imam Syuja’ merujuk  juga surat Ar-Rahman ayat 5 “Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan”. Di samping itu juga surat Yunus ayat 5 “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. Hal ini sebagai pedoman ilmu hisab berdasarkan peredaran bulan dan matahari yang dapat dihitung dengan akurat serta tepat, menggunakan rumus-rumus matematik serta fisika alam, antariksa dan lain sebagainya yang baik dan secara lebih modern. Kemudian dikatakan Imam Syuja’ dikenal dengan ilmu astronomi yang demikian canggih dan didukung menggunakan kemampuan serta kecanggihan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Oleh karena itu, dalam hal ibadah kepada Allah SWT harus berdasarkan ilmu, tidak ikut-ikutan, taklid buta dan lain sebagainya, apalagi tidak mempunyai dasar ilmu yang baik, sehingga yang tepat adalah berdasarkan ilmu agama Islam agar ibadah itu benar-benar bermakna dan mendapatkan ridha Allah SWT.

Selanjutnya dengan kemajuan dunia serta perkembangan yang berlaku sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, penetapan awal puasa Ramadhan dengan cara perhitungan ataupun hisab dapat dilakukan dengan baik, ini juga sejalan dengan berbagai penetapan berbagai jadwal waktu dalam kehidupan sehari-hari antara peredaran bulan dan matahari sebagai pedoman hidup serta aktivitas ibadah kita sehari-hari kepada Allah SWT. Sesungguhnya kedua cara penentuan awal puasa Ramadham dengan cara rukyatul hilal dan hisab mempunyai dasar yang kuat. Alangkah baiknya agar dapat ditemukan jalan keluar yang berkenaan adanya kalender yang baku terhadap perhitungan tahun hijriah yang seragam tidak selalu berbeda serta menyimpang, sebagaimana adanya kalender tahun masehi yang menjadi landasan agama lain dalam menentukan hari dan tanggal perayaannya yang tidak menimbulkan khilafiah yang tajam. Dalam hal ini secara tegas berdasarkan perhitungan hisab penentuan awal puasa Ramadhan tidak perlu dibesar-besarkan. Jikapun Pemerintah melalui Kementrian Agama, dimana pada prinsipnya kerja-kerja Kementrian Agama sesungguhnya bukan hanya mengurus ummat Islam saja, tetapi juga mengurus Kristen Katolik dan Protestan, Hindu, Budha dana lain-lain. Jadi secara tegas dikatakan Imam Syuja’ dalam hal ibadah ummat Islam pemerintah RI tidak perlu mengintervensi terlalu jauh. Ibadah Puasa adalah urusan ummat Islam dengan Allah SWT, dan pertanggung jawaban ibadah puasa hanya kepada Allah SWT bukan kepada pemerintah. Maka berdasarkan perhitungan peredaran bulan atau hisab (wujudul hilal) puasa Ramadhan dimulai pada Selasa tanggal 9 Juli 2013.

Hal ini juga disesuaikan dengan keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah bahwa Ijtima jelang Ramadhan 1434H, akan terjadi pada hari Senin Pon, 8 Juli 2013 mulai pukul 14:15:55WIB, sedangkan tinggi bulan pada saat matahari terbenam di Yogyakarta adalah +0® 44’ 59”, dan hilal akan wujud membelah dari kawasan Indonesia. Dengan kriteria Hisab Wujudul Hilal yang telah terpenuhi tersebut, Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah menetapkan bahwa 1 Ramadhan 1434H akan jatuh pada Selasa Wage, 9 Juli 2013M. Marhaban ya Ramadhan, semoga amal ibadah puasa kita semua menjadi berkah, kemudian mendapatkan “makam Taqwa” sebagimana yang diinginkan oleh kita semua (fiqar & al).  


Tags: Menyambut Ramadhan 1434
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori: PWM Aceh



Arsip Berita

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website